Makassar, Upeks.co.id–Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bersama Darud Da’wah Wal Irsyad (DDI) menggelar dialog nasional pecegahan paham radikal terorisme di Sulawesi Selatan, di Hotel Claro Makassar, Selasa 13 Desember 2022.
Dalam kesempatan itu tampil sebagai narasumber Direktur Pencegahan BNPT RI Brigjen Pol Ahmad Nur Wahid, Wakil Ketua Umum PB DDI Helmy Ali Yafie, dan Imam Besar Masjid Al-Markaz Dr Muammar Bakry.
Hadir pula juga Ketua Umum DDI Sulsel Dr H Andi Aderus, Kasubdit Kontra Propaganda Kolonel Pas Drs Jatmiko dan Ketua Majelis Istisyar PB DDI H Alwi Nawawi.
Menurut Dirut BNPT Ahmad, paham radikalisme dianalogikan seperti virus yang bisa berdampak kesiapapun.
Terorisme bisa berpotensi kepada semua orang tidak melihat suku, ras, agama, profesi bahkan tidak melihat kadar intelektualitas seseorang
“Terorisme merupakan ideologi yang dibangun atas dasar manipulasi dan distorsi.Terorisme itu sebagai alat propaganda atau metode untuk mencapai tujuan,” terangnya.
Mereka ingin mengganti ideologi pancasila menjadi ideologi khilafah menurut versi mereka dan ini semua adalah wujud dari neokolonialisme.
“Tujuan yang ingin dicapai dari aksi terorisme adalah menginginkan kekuasaan dengan memanipulasi, mendistorsi, dan mempolitisasi agama untuk mendirikan negara agama menurut versi mereka,” ungkapnya.
Disebutkan ciri-ciri indikasi radikalisme, kata Ahmad, yakni anti Pancasila seperti kapitalisme, sekulerisme, liberalisme, komunisme, khilafah dan wahabisme.
“Kedua, berpaham takfiri dengan mengkafirkan orang lain yang berbeda.
Ketiga, eksklusif dan intoleransi terhadap perbedaan maupun keragaman,” jelasnya.
Selanjutnya, keempat, anti pemerintahan yang sah dengan membangun kebencian maupun sosial distrust masyarakat terhadap negara dan pemerintah.
Selain itu, kata dia, terorisme biasanya anti budaya dan kearifan lokal agama.
Sementara Kasubdit Kontra Propaganda Jatmiko menjelaskan, kegiatan radikalisme ini terstruktur, dan ini yang harus disadari bersama.
Oleh karena itu BNPT melaksanakan kebijakan kontra radikalisasi dengan mengimbau model pendekatan NKRI.
“Model pendekatan NKRI dilakukan untuk mengikutsertakan seluruh pihak, baik dari pemerintah, kementerian lembaga, komunitas seperti organisasi keagamaan dan unsur seni budaya,” ungkapnya.
Pencegahan paham radikalisasi, kata Jatmiko, bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah tetapi tanggung jawab kita bersama. (rls)