“Andi anak saya yang mendaftarkan warung nasi kuning ini ke GoFood. Awalnya saya tidak tahu apa gunanya itu. Tapi saya ikuti saja keinginan anak saya, karena dia bilang ini akan memperlancar jualan nasi kuning kami,” ujar Rahmatang (54) saat ditemui di warungnya yang juga sekaligus menjadi rumahnya.
Laporan: Muh Akbar
Rumahnya itu berstatus kontrakan. Satu bangunan dengan dua petak hunian. Lebar empat meter setiap petaknya. Bangunannya semi permanen. Rumah panggung kayu yang bagian bawahnya dibangun kamar menggunakan bata dan semen.
Panjang ruang tamu hanya tiga meter. Di ruangan inilah segala aktivitas bisnis dilakukan. Mulai dari menerima pesanan, mencampur, membungkus hingga menerima pembayaran dari pembeli.
Awalnya, pelanggannya hanyalah para tetangga atau orang yang kebetulan lewat dan melihat plang yang terpajang di samping pintu masuk.
“Pertama-tama yang biasa beli itu, tetangga yang ingin sarapan. Atau anak-anak kos dekat sini,” katanya.
Saat pertama kali menjual, dia hanya memasak nasi secukupnya. Hanya dua liter beras per hari. “Sedikit-sedikit dulu. Namanya baru. Apalagi pelanggan kita ini hanya para tetangga. Kalau kita masak berlebihan, nanti akan jadi sisa. Kan rugi,” ujarnya.
Selain itu, dengan tempatnya berjualan yang memanfaatkan lahan ruang tamu di rumah kontrakannya itu, dia pesimis jualannya itu akan mampu melayani permintaan yang banyak. Apalagi tenaga kerjanya pun tak ada. Dia sendiri yang mengelola bisnisnya ini.
Anaknya hanya sesekali membantunya untuk membeli bahan di pasar.
Lambat laun, warung nasi kuningnya pun mulai dikenal. Tak hanya warga lorong saja, tetapi sudah mulai dikenal di lorong sebelah hingga warga Kompleks Puri. Hal itu mendorongnya untuk menambah kapasitas warungnya.
Setahun berjalan, kondisinya berjalan secara stagnan. Jumlah konsumennya adalah para pelanggan yang itu-itu saja. Tak ada penambahan pelanggan baru yang signifikan. Bahkan sempat mengalami penurunan saat pandemi Covid-19 melanda. ”Memang sempat turun waktu Covid. Bahkan pernah laku tak sampai sepuluh bungkus. Ada sekitar setengah tahun kurang pembeli,” katanya.
Hingga satu hari anaknya memberinya smartphone android yang di dalamnya sudah terinstal aplikasi GoBiz untuk mitra GoFood. Anaknya itulah yang menjadi admin sambil mengajarkan ibunya cara menggunakan aplikasi GoBiz.
“Handphone yang saya pakai itu cuma bisa menelpon dan sms. Karena memang itu saja kegunaannya yang saya tahu. Tiba-tiba Andi datang memberi saya android. Dia bilang ini bagus bisa tambah pelanggan ta’ kalau pakai handphone ini. Ada GoFood-nya,” katanya mengingat.
Andi menyemangatinya, dia memperlihatkan contoh rumah makan yang dulunya tidak dikenal orang tapi sejak ada aplikasi GoFood akhirnya menjadi terkenal dimana-mana, seperti Warung Anugerah Bawakaraeng atau Warung Ayam Geprek Saras.
“Dia bilang, sekarang itu tidak perlu punya warung yang luas. Yang penting kita punya tempat masak yang bersih dan ada tenaga. Dan yang paling penting ada Gojek,” cerita Rahmatang dengan semangat.
Akhirnya dia pun memaksa dirinya untuk belajar menggunakan aplikasi GoBiz di smartphone itu. Dia mengaku agak kesulitan menggunakannya pada pekan-pekan pertama. Karena sebelum belajar menggunakan aplikasi GoBiz, dia harus belajar dulu menggunakan smartphone. Karena sebelumnya dia menggunakan handphone ‘batangan’ non smartphone.
Namun dia tak pernah berhenti untuk belajar dan menguasai mengoperasikan aplikasi GoBiz. Dia pun mulai berani tak didampingi Andi saat menerima order.
Perlahan tapi pasti, pelanggan baru mulai bermunculan. Setiap pagi di depan rumahnya sudah terparkir motor para mitra Gojek. “Alhamdulillah, terus bertambah. Puluhan bungkus per hari jadi ratusan bungkus,” kata pemilik Warung Nasi Kuning Borind itu.
Hal serupa juga dialami Kurniawan (45), Owner Bakso APDN. Sejak mendaftarkan warungnya di GoFood, dia merasakan ada pertumbuhan konsumen. Utamanya saat pandemi.
“Yang paling terasa waktu pandemi. Kita tidak bisa buka warung. Orang-orang tidak ada yang datang untuk makan bakso. Tapi untungnya ada GoFood,” kata dia.
Meski jumlah pelanggan tak sebanyak saat sebelum pandemi, namun dirinya sangat tertolong dengan aplikasi. Ada saja orderan datang setiap harinya. Minimal mampu menghidupkan dapur rumah tangga Kurniawan saat pandemi. “Saya tidak bisa bayangkan kalau tak ada GoFood,” katanya.
Apalagi kata dia, aplikasi itu tak hanya sekadar memberi pelayanan transaksi saja, tetapi juga ada dukungan tips-tips usaha yang di-share melalui kotak pesan GoBIz serta melalui even-even online yang digelar oleh GoBiz.
Dia mengatakan, pebisnis utamanya pemula, harus memiliki teman diskusi atau mentor dalam mengembangkan usaha. Paling tidak mengikuti seminar untuk mendengarkan keberhasilan orang lain dalam berbisnis. Bisa jadi bekal untuk membangun usaha.
Seperti Andi bagi Rahmatang. Walau pun dia adalah anak kandungnya, namun dia juga menjadi mentor bagi Rahmatang. Kalau tak ada bantuan dari Andi, usaha nasi kuningnya mungkin takkan selaris itu.
UMKM Butuh Mentoring Agar Naik Kelas
Apa yang dirasakan Kurniawan dan Rahmatang itu, juga sudah diprediksi pihak Manajemen Gojek yang senantiasa memberikan ruang pelatihan bagi para mitranya untuk ‘Naik Kelas”.
GoFood, sebagai pemimpin dan ahli online food delivery di Indonesia menyadari, bergabungnya UMKM kuliner ke dalam ekosistem digital saja belum cukup. Diperlukan pendampingan dan edukasi berkelanjutan agar UMKM kuliner dapat tumbuh berkelanjutan dalam jangka panjang di era digitalisasi.
Hal ini yang mendorong GoFood untuk terus berperan aktif mendorong kemajuan UMKM kuliner melalui wadah komunitas dengan mendirikan Komunitas Partner GoFood (KOMPAG) tiga tahun lalu.
“Setelah go digital, pelaku UMKM kuliner perlu meningkatkan kapabilitas khususnya dalam memperluas pasar di ranah digital. Untuk terus tumbuh, selain dukungan dari sisi inovasi teknologi, mereka pun membutuhkan wadah komunitas yang memberikan akses ke edukasi dan pendampingan rutin. Tidak hanya itu, mereka pun membutuhkan kesempatan berjejaring agar dapat saling belajar dari sesama pengusaha kuliner,” ujar Bayu Ramadhan, Group Head of Merchant Marketing Gojek dan GoTo Financial dalam siaran persnya 14 Oktober 2022 lalu.
Sementara itu, Head of Corporate Affairs Gojek Indonesia Timur, Guntur Arbiansyah yang dihubungi mengatakan, Gojek melakukan banyak terobosan dalam mendukung mitra UMKM GoFood. Baik itu dalam bentuk program transaksi maupun pembinaan-pembinaan.
Contoh misalnya di Makassar, GoFood menghadirkan inovasi terbaru bagi pelanggan melalui program Menu Hemat On The Go Meals oleh GoFood. “Inovasi yang hadir di Makassar ini menjadi jawaban atas kebutuhan pelanggan yang ingin menikmati beragam kuliner pilihan dengan harga yang bersahabat serta porsi yang praktis,” katanya.
Selain itu Gojek juga menyiapkan ruang kumpul yang menjadi wadah berbagi pengalaman dan keberhasilan bagi para mitra UMKM GoFood yang tersebar di seluruh nusantara. Forum itu diberi nama Komunitas Partner GoFood (KOMPAG).
“KOMPAG merupakan pionir wadah komunitas UMKM kuliner di industri digital. Kini menjadi wadah terbesar yang diikuti oleh lebih dari 107 ribu UMKM kuliner dari 70 kota di Indonesia untuk menambah ilmu, berkolaborasi, dan berjejaring,” tambah Guntur.
Selain itu, berkat serangkaian program pelatihan dan kesempatan berjejaring KOMPAG, ratusan ribu UMKM kuliner berhasil meningkatkan keterampilan bisnis.
“Melanjutkan kesuksesannya, KOMPAG akan semakin fokus pada dua hal di tahun 2022 mendatang. Pertama Mentorship & Pelatihan Tersegmentasi, dimana anggota KOMPAG yang dibagi berdasarkan kategori keaktifan bisa mengikuti sesi workshop rutin mingguan di Live NGOPI (Ngobrol Pintar) Workshop bersama Mentor GoFood dan mendapatkan program mentorship eksklusif,” tambahnya lagi.
KOMPAG didirikan pada Oktober 2019 dan menjadi komunitas pertama yang menyediakan serangkaian program edukasi, pelatihan dan kesempatan berjejaring bagi pelaku UMKM kuliner di industri online food delivery Indonesia. Berawal dari 25 ribu anggota, KOMPAG terus berkembang dari tahun ke tahun hingga kini beranggotakan lebih dari 180 ribu UMKM kuliner dari 75 kota di Indonesia. Menggunakan channel Facebook, Whatsapp, dan Telegram, KOMPAG menjadi wadah para pelaku UMKM kuliner untuk saling berbagi dan menambah ilmu, berkolaborasi serta berjejaring secara inklusif.
Pemilik Usaha Pancong Ruang Rasa dan Perwakilan Mitra Usaha GoFood, Lathiful Amri, mengatakan, rangkaian edukasi dan pelatihan rutin di KOMPAG membantunya menemukan solusi tepat dalam mengoptimalkan performa bisnis secara online di tengah kondisi yang tak menentu.
“Berkat KOMPAG dan GoFood, saya mampu meningkatkan penjualan Pancong Ruang Rasa sebesar 20% pada 2021 dibandingkan tahun sebelumnya,” katanya.
Amri menuturkan, selain itu, rasa solidaritas yang tinggi mendorong dia untuk ikut berperan aktif dalam berbagi ilmu kepada sesama pejuang bisnis kuliner lainnya.
“Melalui peran saya sebagai Ketua KOMPAG di Depok, saya berhasil menerima penghargaan sebagai Ketua Ter-KOMPAG pada 2021 dan 2022. Hal ini bisa saya dapatkan tentu tidak lepas dari antusiasme teman-teman UMKM kuliner lainnya yang selalu semangat untuk mengikuti kegiatan KOMPAG. Mewakili pelaku UMKM kuliner lainnya, saya harap wadah seperti KOMPAG dapat terus hadir untuk mendukung kami dalam mengembangkan bisnis kuliner,” kuncinya.
Jumlah UMKM di Sulsel Melejit Jadi 1,5 juta
Sejak pandemi Covid-19 melanda, yakni mulai 2020 hingga saat ini, jumlah pelaku UMKM tercatat mengalami pertumbuhan yang sangat pesat selama dua tahun terakhir.
Dari data Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Sulawesi Selatan tercatat jumlah pelaku UMKM selama Pandemi tumbuh sebanyak 560.000 usaha.
Pada akhir 2019 jumlah UMKM hanya mencapai 940.000 unit saja. Namun melejit menjadi 1,5 juta usaha pada pertengahan 2022 ini.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Sulsel, Sukarniaty Kondolele, kepada Upeks mengatakan, memang ada lonjakan UMKM selama pandemi, ini merupakan imbas dari tingginya PHK di tahun 2020 dan 2021.
“Karena PHK mereka akhirnya membuka usaha untuk mempertahankan kehidupan keluarga. Yang paling signifikan pertumbuhannya memang usaha mikro,” kata dia.
Jenis usaha yang paling banyak bermunculan saat itu, berdasarkan datanya adalah bisnis kuliner. “Usaha yang paling dominan di bidang makan dan minum, karena modal usaha tidak terlalu besar dan pasarnya cukup menjanjikan,” tambahnya.
Namun yang menjadi “game changer” bagi pelaku UMKM kuliner saat ini adalah karena tersedianya platform digital dalam menjalankan usaha tanpa perlu bertemu langsung dengan konsumen. Para pelaku UMKM pun bisa memasarkan produknya kepada siapa saja dan dimana saja dengan mudah, cukup dengan memiliki aplikasi yang bisa menghubungkan banyak orang. Ini pulalah yang mendorong pesatnya pertumbuhan pelaku usaha mikro.
“Dengan online, tidak diperlukan tenaga kerja yang banyak. Utamanya dalam hal pemasaran,” kuncinya. (*)