Larangan Membuang Limbah Cair Ke Saluran Drainase

Larangan Membuang Limbah Cair Ke Saluran Drainase

(Kebijakan Rasional yang Tidak Operasional)

Oleh: Abd Haris Djalante
Ketua DPW INKALINDO SULSEL

Bacaan Lainnya

GUNA mengimplementasi Undang – Undang Cipta Kerja dibeberapa Lembaga/Kementerian melakukan perubahan beberapa regulasi termasuk pada bidang lingkungan hidup dan kehutanan. Salah satu regulasi yang berubah adalah dalam penyusuan dokumen lingkungan (UKL – UPL dan Amdal). Dalam penyusunan dokumen ini harus dilengkapi beberapa persetujuan teknis (Pertek) yang salah satunya pertek pembuangan limbah cair. Hal ini diatur di Peraturan Pemerintah No 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengolahan Lingkungan Hidup dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 5 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penerbitan Persetujuan Teknis dan Surat Kelayakan Operasional Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan.

Salah satu yang diatur dalam peraturan tersebut adalah adanya larangan membuang limbah cair pada saluran drainase. Larangan ini didasarkan olehnya adanya informasi yang diperoleh pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dari kementerian PUPR bahwa saluran drainase tidak boleh digunakan untuk mengalirkan limbah cair karena bukan peruntukanya. Dari sisi lingkungan aturan ini sangat rasional karena dapat mencipkan lingkungan yang asri dan tidak bau. Namun perlu diketahui dengan adanya aturan ini maka hampir bisa dipastikan pada umumnya masyarakat (baik pelaku usaha maupun bukan pelaku usaha) yang berdiam di kota Makassar melakukan pelanggaran akan hal ini tidak terkecuali pejabat pemerintah karena hingga saat ini limbah cairnya akitifatas rumah tangga (buangan dari kamar mandi, WC dan kegiatan dapur) ada yang masuk ke saluran drainase.

Berdasarkan aturan yang dikeluarkan oleh kementerian PUPR melalui 2 peraturan Menteri terhadap drainase perkotaan adalah :
1. Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan menganut sistem pemisahan antara jaringan drainase dan jaringan pengumpul air limbah pada wilayah perkotaan (Pasal 4 Permen PUPR No 12/PRT/M/2014)

2. sistem drainase diselenggarakan secara terpisah paling lambat 10 tahun (2027) untuk kota metro dan besar serta 20 tahun (2037) untuk kota Sedang dan Kota Kecil (Pasal 7 Permen PUPR No 04/PRT/M/2017)
Namun disisi lain PUPR memberikan toleransi pembuangan air limbah domestik yang sudah diolah baik menggunakan Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik Setempat (SPALD-S) maupun Terpadu (SPALD-T) ke saluran darinase sepanjang kualitas air buangannya (effluent) sudah memenuhi standar (Buku Seri 2 SPALD-S dan Seri 3 SPALD-T untuk Permukiman tahun 2016).
Kementerian lingkungan hidup dan Kehutanan menyarankan kepada para pelaku usaha berkaitan dengan pengolaan limbah cair dari kegiatannya adalah membuat jaringan pipa yang terhubung dari lokasi kegiatan menuju ke badan Air (baik sungai maupun Laut), mempihakketigakan limbah yang dihasilkan melalui IPAL Terpadu atau pengangkutan dan melakukan pemanfaatan limbah cair yang dihasilkan. Solusi yang disarankan oleh kementerian ini sangat sulit untuk diimplementasikan dilapangan.

Pertama Membuat Jaringan Pipa : sebagai contoh Wilayah Panakukang merupakan salah satu pusat bisnis di Kota Makassar berjarak 3 – 4 km dari badan air (Sungai Tallo dan Pantai Losari) dan di wilayah ini terdapat puluhan Pelaku usaha (pemerintah dan non pemerintah) jika semua membuat jaringan pipa dari lokasi kegiatan menuju ke Sungai Tallo atau Pantai Losari maka tidak bisa dibayangkan betapa semrawuknya sistem perpipaan yang tertanam di sepanjang jalan menghubungan kegiatan dan badan air. Dan mungkin bisa setiap saat ada ditemukan galian disepanjang jalan atau yang memotong badan jalan. Kondisi ini tentunya akan menimbulka gangguan bagi penggunan jalan. Pada kenyataannya 2 saja pelaku usaha yang selama ini melakukan penggalian disisi jalan sudah menimbulkan dampak akbat galian yang cukup meresahkan apalagi jika puluhan pelaku usaha di wilayah Panakukang melakukan hal ini.

Kedua Kerjasama dengan pihak ketiga (Mengangkut atau membuang ke IPAL Terpadu): untuk kasus makassar IPAL terpadu yang saat ini dibangun hanya melayani 1/3 wilayah kota dan itu baru bisa pada tahun 2025. Jika akan diangkut berapa banyak armada yang harus disediakan? Sampah saja yang volume tidak segitu besar dengan limbah cair masih ada yang tidak terangkut.

Ketiga memanfaatkan limbah yang dihasilkan (daur ulang): tidak mungkin semua limbah yang dihasilkan dapat dimanfaatkan karena volume limbah yang dihasil tidak banding dengan yang dimanfaatkan. Contoh kegiatan Rumah sakit dengan volume penggunan air bisa sampai 200 m3/hari maka timbulan limbah cairnya diprakirakan bisa mencapai 160 m3/hari. Dari jumlah itu maka hanya 10 m3/hari yang dapat digunakan untuk menyiram tanaman dan masih ada 150 m3/hari yang harus diolah lagi untuk dapat digunakan untuk kegiatan rumah sakit seperti untuk kegiatan cuci. Untuk mengolah air sebanyak membutuhkan teknologi tinggi dan biaya yang sangat besar (persyaratan yang ketat untuk air bersih kegiatan rumah sakit) yang bisa dipastikan pihak rumah sakit khusunya milik pemerintah tidak dapat menyediakan fasilitas tersebut. Jika pun ada yang rumah sakit yang mampu mengadakan fasilitas tersebut maka bisa diprakirakan bahwa kedepan Rumah sakit tersebut akan tutup karena biaya operasi tidak sebanding dengan pendapatannya.

Oleh karena solusi yang ditawarkan oleh pihak KLHK tidak operasional/sulit untuk dilaksanakan maka tentunya pelaku usaha akan mendapatkan sanksi administrasi yang berujung pada penutupan usaha (pencabutan izin berusahanya) akibat sebagian atau seluruh limbahnya masuk ke saluran drainase. Dengan kata lain kebijakan ini sangat menggangu iklim investasi terutama bagi UKM/UMKM dan sangat kontradiksi dengan apa yang menjadi tujuan dari dihadirkannya Undang – Undang Cipta Kerja.

SOLUSI AKAN HAL INI

Dalam rangka menegakkan aturan ini maka pemerintah memiliki kewajiban membangun sistem pemisahan antara jaringan drainase dan jaringan pengumpul air limbah sebagaimana yang diatur Permen PUPR No 12/PRT/M/2014 dan Permen PUPR No 04/PRT/M/2017 yang dilengkapi dengan IPAL Terpadu yang melayani seluruh masyarakat. Sepanjang pemerintah belum bisa menyediakan fasilitas tersebut maka larangan akan pembuangan limbah cair ke saluran drainase untuk sementara tidak dapat diterapkan. Meskipun demikan dalam pembuangan limbah tersebut harus dengan persyaratan bahwa sebelum dibuang ke saluran drainase limbah cair tersebut harus diolah terlebih dahulu dan air limbah buangan (effluent) telah memenuhi baku mutu. Selain itu perlu juga ada batasan berkaitan limbah apa saja yang dapat dibuang ke saluran drainase dan jenis saluran yang sama sekali tidak boleh dibuang limbah seperti drainase untuk irigasi atau drainase untuk air baku. (*)