
ENREKANG, UPEKS.co.id — Baznas Enrekang ingin menjadi bagian dari instrumen Pemerintah Daerah dalam menyelesaikan masalah stunting.
Olehnya itu, Baznas Enrekang berharap, momentum demi momentum terus di manfaatkan menyelesaikan masalah sosial dan kemiskinan.
Hari Raya Idul Qurban, saatnya kita berbagi daging qurban di daerah yang kekurangan gizi.
Komisioner Baznas Enrekang Baharuddin mengatakan kedepan Perlu di buat tim khusus yang fokus mengkoordinasikan dan mediasi daerah stunting, sinergi antara Kepala Desa turut andil dalam penanganan stunting di desanya masing-masing.
Hari raya qurban ini, perlu pemerataan distribusi daging qurban. Daerah desa yang surplus daging qurbannya mendistribusikan daging qurban ke desa-desa yang berkategori desa stunting.
Hal itu disampaikannya, saat monitoring dan memberi pengarahan di desa Pasui Kecamatan Buntu Batu, Kabupaten Enrekang.
Menurutnya di daerah ini, ada penomena kesenjangan kesadaran berqurban satu kampung dengan lainnya.
Data Panitia Qurban, ada beberapa Desa di Buntu Batu ini, memiliki hewan qurban sampai 30 ekor misal desa Pasui, Buntu Mondong, Sementara ada desa yang sangat minim daging qurbannya.
Di beberapa desa di kecamatan Enrekang dan Maiwa juga demikian, ada desa tidak ada orang berqurban karena budaya dan kurangnya pemahaman agama yang benar tentang syariat berqurban.
Penomena stunting saat ini merupakan tantangan besar bagi Kabupaten Enrekang untuk menekannya.
Menjadi daerah dengan angka stunting tertinggi di Sulsel.
“Ini merupakan tantangan kita dan tanggung jawab kita bersama, karena itu semua elemen harus terlibat termasuk pemerintah di desa,Saling bersinergi,” Kata Bahar.
Dengan intsrumen dan pola dakwah qurban, ternyata kesadaran beragama dan pemahaman nilai religius menjadi penyebab terjadinya stunting.
Desa desa yang banyak masyarakat berqurban, tinggal religius masyarakat cukup bagus. Misal di desa Tungka dan Pinang sampai 30 sapi qurban / desa.
“Olehnya itu, perlu langkah kreatif untuk menekannya, salah satunya adalah dengan pola pendistribusian daging qurban secara merata. Perlu kepala desa saling koordinasi, yang suplus daging qurbannya untuk di distribusikan ke desa memiliki stunting tinggi”. Pungkasnya.
Bahar menjelaskan berqurban merupakan dimensi ibadah yang luas maknanya, termasuk di mensi ibadah sosial. Sisi ekonomi, daging qurban adalah makanan bergizi dan memiliki nilai komersil tinggi dan merupakan makanan kelas menengah keatas.
“Andai saja tidak ada pesta pesta perkawinan dan seremoni di masyarakat mungkin banyak di antara masyarakat tidak menikmati daging. Maka melalui hari Raya Idul Qurban ini, kami berharap momentum untuk ikhlas berkurban dan berbagi kepada saudara kita yang tidak menikmati asupan gizi yang cukup, berakibat timbulnya kekurangan gizi berakibat gejala stunting”. Tutup Dosen STKIP Muhammadiyah ini.(Sry)
