Samata, Upeks — Kepala Biro Administrasi Akademik, Kemahasiswaan, dan Kerjasama (AAKK) UIN Alauddin Makassar, Dr. H. Kaswad Sartono, M.Ag., menanggapi aksi unjuk rasa dan komentar di media sosial terkait Surat Edaran (SE) Rektor Nomor 2591 Tahun 2024 tentang pengaturan penyampaian aspirasi mahasiswa.
Menurutnya, surat edaran tersebut diterbitkan untuk menjaga muruah kampus dan menciptakan ketertiban dalam penyampaian aspirasi.
“Surat edaran ini tidak dibuat secara tiba-tiba, melainkan melalui diskusi edukatif dan panjang di bidang kemahasiswaan, serta diputuskan dalam rapat pimpinan di tingkat fakultas, universitas, hingga Dewan Kehormatan Universitas,” jelas Dr. Kaswad.
Ia menekankan bahwa tujuan utama SE 2591 adalah menertibkan dan menciptakan ketertiban dalam kehidupan kampus, khususnya dalam penyampaian aspirasi oleh mahasiswa.
“Kami menginginkan mahasiswa dalam berekspresi melalui dialog dan komunikasi yang konstruktif dengan pimpinan, bukan dengan cara yang meresahkan seperti membakar ban atau merusak fasilitas umum,” ujarnya.
Sebagai contoh, Dr. Kaswad menceritakan kejadian demonstrasi besar beberapa waktu lalu. Mahasiswa dari program studi tertentu mengajukan surat izin kepada pimpinan fakultas untuk berdemonstrasi.
“Kami mengajak mereka berdialog secara persuasif, namun mereka tetap ingin keluar kampus. Pimpinan mempersilakan dengan syarat menjaga ketertiban. Hasilnya, setelah demonstrasi, mereka kembali ke kampus dengan tertib pada sore hari. Ini contoh positif yang seharusnya dibudayakan,” katanya.
Dr. Kaswad mengajak seluruh mahasiswa untuk bersinergi dalam menegakkan etika kehidupan kampus yang tertuang dalam kode etik. Ia menyoroti beberapa perilaku yang dianggap paradoksal, seperti aksi vandalisme dan penyebaran spanduk yang mencoreng nama baik lembaga serta menyerang pimpinan secara personal.
“Saat kode etik universitas melarang mencoret-coret kampus dan menyebar tulisan yang menyerang, justru mereka melakukan hal tersebut saat memprotes aturan yang ada,” tuturnya.
Terkait isu Drop Out (DO), Dr. Kaswad menjelaskan bahwa setiap tahun ada ratusan hingga ribuan mahasiswa yang di-DO karena berbagai faktor, seperti IPK di bawah 2.0, tidak aktif selama dua semester, melewati masa studi, tidak membayar UKT, atau melanggar kode etik akademik dan kemahasiswaan.
“Ada dua mahasiswa yang di-DO yang sempat diributkan karena dikira akibat ikut demonstrasi. Padahal, keduanya terbukti mengonsumsi minuman keras di dalam kampus. Bahkan, salah satunya tertangkap oleh polisi saat demo besar karena terlibat dalam aksi anarkis,” ungkapnya.
Mantan Kepala Bidang Haji dan Umrah Kemenag Sulsel ini mempertanyakan mengapa ratusan mahasiswa lain yang di-DO tidak mempersoalkan keputusan tersebut.
“Mereka menerima konsekuensi karena tidak mengikuti aturan. Sementara yang sedikit ini merasa tidak bersalah dan menuduh kampus anti-demokrasi. Padahal, tindakan mereka jelas melanggar kode etik,” tegasnya.
Dr. Kaswad mengajak mahasiswa memasuki era baru dalam perjuangan. “Sudah bukan zamannya lagi sedikit-sedikit menutup jalan, merusak fasilitas, dan mengganggu aktivitas masyarakat saat berdemonstrasi. Saatnya sekarang kita berfokus pada ide dan pemikiran konstruktif yang bermanfaat bagi penguatan kebangsaan,” imbaunya.
Menanggapi pendapat bahwa SE 2591 “memakan korban”, Dr. Kaswad menegaskan bahwa surat edaran tersebut tidak bertujuan menjerat pelanggaran sebelumnya.
“Semangatnya adalah penertiban dan pengaturan dalam menyampaikan pendapat, khusus untuk mahasiswa UIN Alauddin. Jika ada yang menerima konsekuensi karena melanggar isi surat edaran, itu bukan korban, melainkan konsekuensi dari tindakan mereka sendiri,” jelasnya.
Sebagai penutup, Dr. Kaswad berharap mahasiswa dapat lebih memahami tujuan dari SE 2591 dan bersama-sama menjaga nama baik serta ketertiban kampus. (rls)
“Mari kita ciptakan lingkungan akademik yang kondusif, tertib, dan menjunjung tinggi etika serta nilai-nilai luhur pendidikan,” pungkasnya.