MAKASSAR,UPEKS.co.id— Elly Gwandy, terdakwa dugaan kasus pengancaman dan pemerasan, dipertanyakan penahanannya oleh Penasihat Hukum (PH) korban Lily Montolalu, Erwin Mahmud.
Pasalnya, PH Bos Jalangkote Lasinrang itu, sepengetahuannya status penahanan terdakwa adalah tahanan rumah. Akan tetapi, ada dugaan bahwa terdakwa sering keluar rumah.
Hal ini terlihat dari video yang beredar yang memperlihatkan bahwa terdakwa menyambangi rumah salah satu temannya untuk mengucapkan selamat ulang tahun. Padahal status tahanan terdakwa saat ini, adalah tahanan hakim.
Erwin pun mempertanyakan, apakah tindakan terdakwa tersebut sudah mendapat izin oleh majelis hakim atau tidak. Karena sepengetahuannya, apabila berstatus tahanan rumah, terdakwa tidak boleh keluar dari rumah.
“Jika memang diberikan izin oleh hakim, itu tidak masalah. Apabila terdakwa keluar tanpa izin, maka itu melanggar dan telah memenuhi unsur untuk dicabut status tahanan rumahnya dan harus menjalani tahanan badan di Rutan,” kata Erwin, Senin (6/11/2023).
Pada persidangan 30 Oktober lalu, Ketua Majelis Hakim, Ni Putu Sri Indayani mengatakan sidang akan dilanjutkan, pada Senin 6 November. Agendanya adalah putusan selah. Dimana terdakwa juga harus tetap menjalani tahanan rumah.
Kemudian pada persidangan dakwaan, terdakwa Elly Gwandy dijerat dengan pasal berlapis. Yakni melakukan tindak pidana sesuai dengan pasal 365 ayat 1 KUHP. Ancaman pidana penjaranya selama maksimal sembilan tahun.
Tak hanya itu, Terdakwa Elly Gwandy juga dijerat oleh JPU Cabjari Makassar di Pelabuhan, Angelita Fuji Lestari, dengan pasal 368 ayat 1 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Ancaman pidananya maksimal 12 tahun.
Diketahui, kasus ini terjadi tahun 2019 lalu. Berawal saat tersangka Elly Gwandy bersama satu orang temannya laki-laki berinisial JS mengajak korban untuk pergi makan.
Ternyata korban bukannya diajak makan malah dibawa ke sebuah hotel. Di situlah terjadi dugaan pengancaman dan pemerasan yang dilakukan Elly Gwandy dan JS.
Korban dimasukkan ke dalam kamar lalu dilakukanlah pengancaman dan pemerasan yang dimaksud dengan cara-cara mengintervensi agar korban menandatangani kwitansi yang diajukan dengan nilai Rp800 juta.
Selain itu korban juga dipaksa untuk menandatangani kwitansi. Akan tetapi, berbagai macam perhiasan yang ia kenakan juga dirampas.
Saat itu korban diancam ingin dibunuh, karena di situ pelaku katakan kalau korban tidak tanda tangan, besok dia tidak lagi bisa melihat anak-cucunya. Dan semua perhiasan yang dikenakan korban saat itu dirampas, diambil oleh terdakwa Elly Gwandy dan JS. (Jay)