MAKASSAR,UPEKS.co.id— Ajun Komisaris Polisi (AKP) Hj. Cut Juwita, SH.,MH berhasil meraih gelar doktor Ilmu Hukum pada Program Pascasarjana (PPs) Universitas Muslim Indonesia (UMI), Senin (13/11/2023).
Dalam sidang promosi doktor yang digelar tersebut, Provendus Cut Juwita berhasil mempertahankan disertasinya dengan Judul “Hakikat Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan sebagai Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga”
Dalam disertasinya, Cut Juwita menyebutkan terdapat hasil penelitian yakni salah satu hak korban tindak pidana keberadaan dalam rumah adalah memperoleh keadilan yakni berupa restitusi karena korban tindak pidana kekerasan dalam rumah rangga mengalami kerugian material dan immaterial.
“Dengan adanya kerugian tersebut dalam sistem peradilan pidana di Indonesia korban tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga memiliki hak mendapatkan pertanggungjawaban pemulihan dari pelaku,” ungkap Cut sapaanya.
Ia mengatakan kekerasan perempuan dapat berdampak buruk bagi korban, baik secara psikis maupun fisik. Perlu adanya perlakuan hukum secara khusus terhadap kasus kekerasan terhadap perempuan.
“Hal tersebut dilandasi penjelasan kodrat perempuan dalam pandangan feminisme yang memiliki perasaan dan prilaku khusus seperti, kasih sayang lemah lembut, dan peduli,” tegas Cut.
Hal tersebut juga dipertegas Rektor UMI Prof. Sufirman, mengatakan dalam disertasi yang dipresentasikan Provendus Cut Juwita menemukan teori baru yakni the feminim.
“Disitu menegaskan bahwa dalam satu keluarga itu butuh penghargaan terhadap kodrat perempuan, seperti dipahami, jadi kita dalam satu keluarga perlu dipahami,” ungkap Prof. Sufirman.
Pemahaman yang dimaksud, Prof. Sufirman yakni bahwa perempuan itu punya kekhasan, yaitu kelemah lembutan oleh karena itu merespons kelakuan perempuan tidak boleh disamaratakan anggota keluarga lainnya yang laki-laki.
“Perempuan itu identik dengan cerewet dan itu sudah bagian dari sifat kelembutan perempuan yang mengekspresikan segala yang tangkap inderanya itu diekspresikan maka ada istilah cerewet dan memang bukan perempuan kalau tidak cerewet,” tandas Prof.
Olehnya, Prof. Sufirman menegaskan semua anggota keluarga harus memahami, apa lagi misalnya pekerjaan rumah tangga itu berat juga mengurus anak mengurus suami tapi membentuk dan membina keluarga itu kan peran ibu paling banyak.
“Saya kira melalui penelitian ini terdapat rekomendasi bahwa keluarga harus lebih banyak untuk memahami dan mendalami norma, utamanya norma agama, norma hukum dan norma kesusilaan dan saya kira dengan mendalami dan memahami hal itu dengan sendirinya mempermaklumkan perempuan muncul,” tutup Sufirman. (aca)