Makassar, Upeks — Ketua LP2M UIN Alauddin Makassar, Dr Rosmini Amin M Th I menjadi narasumber Talksow Expo Hari Santri Nasional di Islamic Center IMMIM, Kota Makassar, Senin (23/10/2023) malam.
Eks Kepala Pusat Pusat Studi Gender dan Anak LP2M UIN Alauddin Makassar ini mendorong semua pesantren ramah anak.
“Lingkungan pesantren yang aman, nyaman, dan sehat akan membuat anak kerasan di pesantren dan belajar dengan tenang. Selain itu, anak juga akan tumbuh, berkembang dan melewati masa remaja menuju masa dewasa,” jelasnya.
“Pesantren yang mendukung anak berpartisipasi dalam pendidikan secara wajar tanpa intimidasi kekerasan dengan segala bentuknya, baik kekerasan fisik, psikis, kekerasan sosial maupun kekerasan seksual,” tambah Dr Rosmini Amin.
Lebih lanjut, Dia menegaskan, Pesantren harus menciptakan suasana belajar yang nyaman dan tenang untuk mampu mengembangkan minat, bakat serta potensi yang dimiliki anak didik.
“Pesantren harus menjadi tempat yang dirindukan oleh anak/santri , bukan tempat yang menakutkan,” tegasnya.
Untuk mewujudkan hal tersebut, Dr Rosmini Amin mengungkapkan tiga paradigma menjadi pesantren ramah anak.
“Pertama Provisi, pada poin ini ketersdiaan kebutuhan akan cinta/kasih sayang, makanan, kesehatan, pendidikan dan rekreasi,” paparnya.
Kedua lanjut Rosmini Amin Proteksi yakni perlindungan terhadap anak dari ancaman dalam perilaku kekerasan dari pihak yang berada di pesantren maupun dari luar pesantren.
“Ketiga partisipasi, poin ini Pesan Ramah Anak harus menjamin hak untuk kebebasan bertindak yang digunakan santri dalam mengungkapkan pendapatnya, bertanya, berargumentasi dan berperan aktif di kelas maupun dalam organisasi di pesantren,” tuturnya.
Yang tak kalah penting kata Rosmini Amin dalam mewujudkan pesantren ramah anak adalah peran guru atau pembina. Hal tersebut karena Ustadz/ustadzah pengasuh merupakan ujung tombak dalam melakukan perubahan perilaku, sikap, keahlian, dan pengetahuan khusus yang spesifik yang dimiliki santri.
“Pendidik/pembina, para orang tua dan lingkungan Santri sangat perlu memahami perkembangan peserta didik/santri dan proses pembinaan Santri dalam semua rentang usianya, agar supaya potensi-potensi yang dimiliki santri dapat dimaksimalkan dan perubahan perilaku dapat terjadi,” pungkasnya. (*)