Dispendik Banyuwangi Memotivasi Anggota KGSB Kurangi Angka Putus Sekolah Melalui Program SAS dan Garda Ampuh

Dispendik Banyuwangi Memotivasi Anggota KGSB Kurangi Angka Putus Sekolah Melalui Program SAS dan Garda Ampuh
Staf Ahli Dewan Pendidikan Kabupaten Banyuwangi serta Pengawas Sekolah Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi, Lina Kamalin (kiri), Dosen Studi BK Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya Kampus Kota Madiun dan Anggota KGSB, Bernadus Widodo (kanan) dan Founder Rumah Guru BK (RGBK) dan Widyaiswara Kemendikbud Ristek RI, Ana Susanti (bawah) saat kegiatan Komunitas Guru Satkaara Berbagi (KGSB) LIVE Saling Sharing Episode 11 "Mencegah Anak Putus Sekolah Melalui Program Garda Ampuh dan SAS" pada Kamis, 12 Oktober 2023.

Jakarta, Upeks–Angka putus sekolah di Indonesia masih cukup tinggi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, secara nasional angka putus sekolah di Indonesia terus meningkat sejak tahun 2019 hingga 2022 dari seluruh jenjang yaitu SD, SMP, dan SMA.

Masih menurut BPS melalui Survey Ekonomi Nasional (Susenas) 2021, 76% keluarga mengakui anaknya putus sekolah karena alasan ekonomi. Sebagian besar yaitu 67,0% di antaranya tidak mampu membayar biaya sekolah, sementara sisanya yaitu 8,7% disebabkan anak harus mencari nafkah.

Bacaan Lainnya

Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah untuk menekan angka putus sekolah. Salah satu contohnya adalah upaya yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan (Dispendik) Kabupaten Banyuwangi. Melalui program Siswa Asuh Sebaya (SAS) dan Gerakan Daerah Angkat Anak Muda Putus Sekolah (Garda Ampuh) Dispendik Kab. Banyuwangi telah berhasil mencegah dan menangani anak putus sekolah.

Terkait dengan permasalah tersebut, Komunitas Guru Satkaara Berbagi (KGSB) menggelar kegiatan diskusi KGSB Saling Sharing melalui platform Youtube Live dengan tema “Mencegah Anak Putus Sekolah melalui Program Garda Ampuh dan SAS”pada Kamis malam, 12 Oktober 2023.

Founder KGSB, Ruth Andriani, menegaskan, inti program SAS adalah semangat berbagi yang selaras dengan filosofi KGSB. “Selain karena kami concern dengan data angka putus sekolah yang masih memprihatinkan, melalui diskusi ini kami harap value berbagi yang menjadi landasan dari program SAS dapat ditiru dan menginspirasi para guru anggota KGSB,” ujarnya.

Diskusi KGSB Saling Sharing episode ke-11 kali ini menghadirkan dua narasumber yakni Staf Ahli Dewan Pendidikan Kabupaten Banyuwangi dan Pengawas Sekolah Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi, Lina Kamalin, S.Pd., M.Pd, serta , Founder Rumah Guru BK dan Widyaiswara Kemdikbud Ristek RI, Ana Susanti, M.Pd. CEP, CHt.

Program SAS Bermula dari Kepedulian Siswa kepada Siswa Lainnya

Program SAS diinisiasi sejak 2011 dengan dasar hukum Keputusan Kepala Dispendik Kabupaten Banyuwangi No. 421/1939.a/KEP/429.101/2011 tentang program SiswaAsuh Sebaya (SAS) SD, SMP, dan SMA sederajat. Kemudian dikukuhkan dengan Keputusan Bupati Banyuwangi No. 188/182/KEP/429.101/2014 tentang program Siswa Asuh Sebaya.

Program SAS bertujuan untuk membantu anak-anak kurang mampu di Kabupaten Banyuwangi guna merealisasikan program wajib belajar 12 tahun di wilayah tersebut. Program ini melibatkan kalangan siswa sendiri dengan cara siswa menggalang dana secara sukarela untuk membantu biaya pendidikan temannya yang dipandang kurang mampu. Dana tersebut kemudian dikelola oleh sekolah masing-masing dengan tetap dilaporkan pertanggungjawabannya kepada Dinas Pendidikan.

Staf Ahli Dewan Pendidikan Kabupaten Banyuwangi dan Pengawas Sekolah Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi, Lina Kamalin , S.Pd., M.Pd mengakui, tidak semua permasalahan pendidikan mampu ditangani oleh pemerintah daerah oleh karena itu pihaknya membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak. “Program SAS ini merupakan inovasi yang menjadi solusi untuk mengatasi keterbatasan tangan pemerintah dalam membiayai pendidikan masyarakat,” ujarnya.

Lina mengungkapkan, program SAS telah menghasilkan berbagai pencapaian yang membanggakan. Sejak dimulai pada tahun 2011, inisiatif ini berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp26,68 miliar dengan penerima manfaat lebih dari 300 ribu peserta didik kurang mampu di Kabupaten Banyuwangi.

Pasca pandemi di tahun 2021, program ini dikembangkan dengan program Sekolah Asuh Sekolah. Di mana dalam kurun satu tahun tersebut, ada 175 sekolah berperan sebagai sekolah asuh bagi 525 sekolah.

Karena pencapaian tersebut, Program SAS mendapatkan beberapa penghargaan. Di antaranya MDS (Millennium Development Goals) Awards 2014, Penghargaan Cedas Berkarakter Kemendikbud RI 2020, TOP 12 Kategori Terbaik Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik, Provinsi Jatim 2016 dan 99 Inovasi Terbaik Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (Sinovik) Kementerian PAN-RB 2017. Program SAS juga telah direplikasi beberapa kabupaten/kota dan provinsi di Indonesia.

Secara khusus, Founder Rumah Guru BK dan Widyaiswara Kemdikbud Ristek RI, Ana Susanti, M.Pd. CEP, CHt, memberikan apresiasi tinggi atas inisiatif SAS.

“Saya kagum dengan program ini karena berhasil menggugah dan melibatkan banyak partisipan, dan lebih luar biasa lagi yang terlibat di situ adalah anak-anak. Bayangkan, dengan small coin yang mereka miliki, mereka belajar mandiri berbagi hingga mencapai lebih dari 26 miliar. Kalau ditarik sejak program dimulai tahun 2011, saat ini mereka sudah menjadi manusia dewasa, dan percayalah, pengalaman berbagi itu menjadi modal besar pembentukan karakter kepedulian mereka sekarang dan mewariskan kebaikan kepada generasi keturunannya,” paparnya.

GARDA AMPUH Memburu Anak Putus Sekolah

Program GARDA AMPUH adalah upaya Pemerintah Kabupaten Banyuwangi untuk mengentaskan anak usia sekolah yang tidak bersekolah. Dasar hukum untuk Program Garda Ampuh adalah Peraturan Bupati Banyuwangi Nomor 4 Tahun 2014 tentang Program Gerakan Masyarakat Pemberantasan Tributa dan Pengangkatan Murid Putus Sekolah (GEMPITA-PERPUS) Kabupaten Banyuwangi.

Pada program GARDA AMPUH ini terdapat tim khusus yang digerakkan Dinas Pendidikan dengan melibatkan sejumlah elemen masyarakat. Tim tersebut bertugas menjaring dan memburu anak-anak putus sekolah, kemudian mengajaknya kembali ke sekolah. Penuntasan anak putus sekolah ini dilakukan dengan tiga skema. Skema pertama, anak yang ditemukan drop out sesuai usianya. Misalnya, saat kelas III SD langsung dikembalikan ke sekolah normal. Skema kedua, jika ditemukan putusnya di kelas VI SD tidak perlu dikembalikan ke sekolah, tetapi diikutkan ujian akhir dengan diberi modul belajar sebagai bahan untuk mengerjakan ujian agar bisa naik ke jenjang berikutnya. Sementara skema ketiga, jika ditemukan sudah lewat usianya, bisa diikutkan program paket melalui Pusat Kegiatan Belajar masyarakat (PKBM).

Seperti halnya program SAS, GARDA AMPUH juga mendapat apresiasi dari berbagai pihak. Salah satunya pennghargaan Innovation Goverment Award untuk Banyuwangi sebagai Kabupaten Terinovatif di Indonesia sejak 2018.

Lina Kamalin menambahkan, pada Agustus 2023, jumlah Anak Tidak Sekolah (ATS) di Kabupaten Banyuwangi mencapai 11.289 anak. Setelah itu dilakukan berbagia treatment yang melibatkan semua kalangan melalui berbagai program. Hasilnya per September 2023, angka ATS di Kabupaten Banyuwangi menurun secara signifikan menjadi 5.664 anak di berbagai jenjang pendidikan sekolah. (*)