ENREKANG,UPEKS.co.id— Kasus Dugaan tindak pidana korupsi pengadaan bibit kopi dari UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Mata Allo Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2022 sebesar Rp1 miliar yang menyeret H, Direktur CV Wahyuni Mandiri Sebagai Tersangka kini terus berlanjut.
H yang ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu 23 Agustus 2023 setelah memenuhi syarat minimal dua buah alat bukti permulaan yang cukup.
Selain ditetapkan sebagai tersangka, Kejaksaan Negeri Enrekang juga resmi melakukan penahanan terhadap H di Rutan Klas IIB Enrekang untuk percepatan proses penyidikan sebagai tersangka.
Selain ditangani oleh Kejaksaan Negeri Enrekang, sudah beberapa hari ini Tim dari Inspektorat Daerah Kabupaten Enrekang juga melakukan pemeriksaan dan audit langsung ke lapangan menemui 5 kelompok Tani Hutan (KTH) sebagai penerima bantuan bibit kopi.
Inspektur Daerah, Asrul Lode kepada Upeks menjelaskan, audit yang dilakukan Inspektorat adalah atas permintaan Kejaksaan Negeri Enrekang. Tim Inspektorat turun ke masing-masing KTH untuk melakukan pengukuran lahan yang ditanami kopi jenis Robusta yang terindikasi tidak sesuai RAB atau e-katalog.
“Jadi Tim Inspektorat bersama Tim Ahli dari pertanian melakukan pengukuran lahan dalam rangka Audit Kejaksaan. Kita akan mencocokkan apakah betul yang ada dilapangan sama dengan proposal yang diajukan. Jadi selain melakukan pengukuran kita juga meminta penjelasan dari Kelompok Tani perihal bantuan bibit kopi yang mereka terima,” ujar Asrul Lode.
Asrul Lode menjelaskan, pihaknya melakukan pengukuran lahan kelompok tani hutan (KTH) penerima bantuan Karena salah satu indikasi menunjukkan jika lahan yang di usulkan tidak sesuai dengan lahan yang sebenarnya.
“Selain melakukan pengukuran lokasi kelompok, kami juga akan melakukan klarifikasi ke penyedia bibit. Karena ada indikasi CV Wahyuni Mandiri ini tidak mengambil bibit dari tempat penangkaran bibit tetapi mengambil dari petani disekitarnya,” Pungkas Asrul Lode.
Bibit kopi yang tidak sesuai dengan RAB karena CV Wahyuni Mandiri mengadakan bibit yang tidak bersertifikasi dan tak punya label jika bibit tersebut siap disalurkan.
CV Wahyuni Mandiri selaku penyedia bibit kopi ini hanya mengambil bibit dari petani yang harganya berkisar Rp 2000 perbibit bahkan disinyalir ada bibit kopi yang tumbuh liar di hutan-hutan yang diambil oleh penyedia.
“Selain kita mengecek harga, pihak kami dalam rangka mendukung hasil pemeriksaan indikasi awal dari Kejaksaan, kita juga akan memperjelas kelayakan sertifikasi bibit. Karena indikasi awal ketika bibit tidak bersertifikasi itu dianggap bukan bibit. Jadi kemungkinan besar semua pengadaan itu dianggap tidak ada”. Tegas Asrul Lode.
Untuk itu, Inspektorat Daerah Kabupaten Enrekang akan melibatkan Tim ahli sertifikasi bibit dari Maros. Asrul Lode menegaskan bibit yang disalurkan sesuai aturan harus bersertifikat dan saat penyaluran harus mendapatkan label dari ahlinya. Jika ahlinya nanti mengatakan itu bukan bibit maka indikasinya bahwa itu adalah kerugian yang dilakukan.
Meski anggaran pengadaan bibit kopi ini bersumber dari provinsi, namun Asrul Lode mengatakan jika APH meminta keterlibatan Inspektorat untuk melakukan audit maka Inspektorat akan turun melakukan pemeriksaan terkait anggaran apapun itu.
Penyaluran bibit kopi untuk kelompok tani hutan di dua Kecamatan yakni Kecamatan Cendana dan Kecamatan Maiwa ini diduga sia-sia saja karena beberapa lahan petani yang tak siap sehingga bibit tersebut menurut penjelasan masyarakat banyak yang dibawa keluar Kecamatan Maiwa dan Cendana seperti ke daerah Duri Kompleks.
Bahkan tidak sedikit bibit kopi ini hanya di biarkan tergeletak dihalaman rumah petani bahkan menurut Inspektur masih banyak yang disimpan dalam karung.
Masyarakat berharap kasus ini tidak mati ditangan APH tetapi di usut tuntas agar kedepan tak ada lagi Kelompok Tani di Enrekang yang dirugikan baik itu anggaran Pusat, Provinsi maupun anggaran daerah. (Sry)