Kuasa Digital Demokrasi dan Partisipasi Politik

Kuasa Digital Demokrasi dan Partisipasi Politik

Oleh: Abdullah Rattingan, SS., MM. (Jurnalis/Ketua PJI Sulsel Periode 2016-2021)

 

Bacaan Lainnya

DALAM Demokrasi Forum, beberapa waktu lalu di Indonesia tersampaikan bahwa demokrasi beberapa negara di dunia jalan ditempat, bahkan mengalami kemunduran.

Pernyataan Internasional IDEA yang dikutip dari berbagai sumber menekankan bahwa kemunduran terjadi di negara-negara yang demokrasinya masuk kategori mapan. Menjadi sorotan besar adalah Indonesia dan Amerika.

Tidak lain karena hal tersebut tercermin dari kondisi pada pemilihan umum yang telah dijalankan kedua negara tersebut. Di Indonesia misalnya, justru dinilai berbagai lembaga dengan berbagai pelanggaran. Antara lain terkait Money Politik, masalah kampanye media sosial dan memanfaatkan lembaga independen.

Namun, kuasa digital democracy nampaknya menghilangkan segala wacana terkait pelanggaran tersebut. Terlebih jika si tokoh politiknya memiliki basis yang kuat di wilayahnya masing-masing.

Seperti misalnya pada salah satu tokoh politik yang punya basis massa yang kuat yang salah satunya berkembang di dunia maya. Dan massa pendukung ini, bertumbuh secara organik.

Kondisi inilah yang justru akan menguatkan proses demokrasi dan mengurangi peluang-peluang pelanggaran, karena lebih menguatkan keterbukaan publik. Serta memberikan kekuatan partisipasi publik.

Kekuatan partisipasi publik ini, memang sesuai dengan konsepsi tentang demokrasi digital. Demokrasi digital adalah konsep yang menggabungkan prinsip-prinsip demokrasi dengan teknologi digital untuk meningkatkan partisipasi warga dalam proses politik dan pengambilan keputusan.

Ada banyak ahli yang telah membahas dan menganalisis topik demokrasi digital dari berbagai sudut pandang. Beberapa diantaranya termasuk adalah Clay Shirky dan Zeynep Tufekci. Nama lain macam Ethan Zuckerman juga melakukan kajian mendalam soal bagaimana media digital mempengaruhi pembentukan opini dan partisipasi politik, sedangkan Henry Jenkins mengembangkan konsep ‘partisipasi keterlibatan’ atau participatory culture terkait bagaimana partisipasi politik lewat dunia digital ini dikembangkan.

Menariknya, demokrasi digital juga telah memainkan peran yang semakin penting dalam kampanye politik modern. Terutama dalam menguatkan personal branding tokoh, sehingga membentuk keberterimaan yang baik.

Penggunaan teknologi digital dan media sosial telah memberikan kandidat dan partai politik cara baru untuk berinteraksi dengan pemilih, memobilisasi dukungan, dan menyebarkan pesan mereka. Maka dari itu ditegaskan bahwa keterbukaan publik melalui teknologi akan lebih meningkatkan pengamanan atas kecurangan pemilu. (***)