Pertunjukan Teater “Marege’s Heart To Berru” di Festival Budaya To Berru XII

Pertunjukan Teater “Marege’s Heart To Berru” di Festival Budaya To Berru XII

Makassar,Upeks.co.id— Teater Kita Makassar berkolaborasi dengan Program Studi Seni Drama, Tari dan Musik (Sendratasik) Jurusan Seni Pertunjukan Fakultas Seni dan Desain Universitas Negeri Makassar dan Komunitas Seni Budaya dari Kabupaten Barru, Minggu 28 Mei 2023.

Kolaborasi mempersembahkan pertunjukan sastra drama, puisi, teater, tari, musik dan video art  “Marege’s Heart to Berru” karya dan sutradara Maestro Sastra dan Teater Dr. Asia Ramli, M.Pd, Dosen Prodi Sendratasik Jurusan Seni Pertunjukan FSD UNM pada Festival Budaya to Berru XII, 28 Mei 2023, mulai pukul 19.30 sampai selesai di Anjungan Pantai Sumpang Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan.

Bacaan Lainnya

Pertunjukan ini merupakan pengembangan dari “The Eyes of Marege” yang pernah dipentaskan oleh Dr. Asia Ramli, M.Pd., dan Dr. Arifin Manggau, S.Pd., M.Pd., dan Ishakim dari Teater Kita Makassar kolaborasi dengan Julie Janson, Sally Sussman dari Australian Performance Exchange Australian dan Djakapurra Munyarryun dari Banggara Dance Theatre Australia pada Festival Oz”Asia di Adelaide dan di Opera House  Australia tahun 2007.

Karya kolaborasi ini diangkat dari hasil penelitian hubungan sejarah, perdagangan, budaya dan persaudaraan suku Bugis-Makassar dan suku Aborigin (Marege). Marege adalah nama yang diberikan oleh orang Bugis-Makassar bagi wilayah pesisir Arnhem Land dan Teluk Carpentaria, Northern Territory, Australia.   Nama ini diberikan terkait dengan hubungan dagang dan budaya suku Bugis-Makassar dengan penduduk setempat (suku aborigin Yolngu) yang telah terjadi paling tidak sejak abad ke-16.

Tim produksi/artistic pertunjukan, antara lain: Andi Hendra, S.Pd. (Pimpinan Produksi), Andi Taslim Saputera, S.Pd., Ma.Sn. (Asisten sutradara dan Stage Manager), Dr. Arifin Manggau, S.Pd. (Composer), Ahmad (Asisten composer), Faisal Yunus, S.Pd., M.Pd.  (Artistik), Badaruddin Amir (Publikasi), Cua (Lighting), Rezky (Video Art), Adel (Video Art), Aldy (Dokumentasi). Pemusik: Ahmad, Bram, Arya, Alif, Cibot, Kiki. Aktor: Arga (Birramen), Indra Wijaya (Ahmad), Arham (Nud), Indra Kirana (Djandapurra), Egis (Kasim), Aini (Dhalawal), Salsa (Marege/Kanguru), Mirsa (Marege/Kanguru dan gadis belanda), Nur Amalia (Fatima), Muh. Khairul, Suhal Faraby, Nur Aziza D.Tantja, Nurul Nasywa, Amirah Rusli (Bugis/Marege. Dari Barru), Raihanah Ummul.

Drama sastra dengan latar tahun 1905 ini mengambil setting wilayah pesisir Bugis-Makassar dan wilayah pesisir Arnhem Land, Yirrkala Northern Territory bagian utara Australia. Drama ini terdiri dari dua babak dan masing-masing babak terdiri enam adegan.

Tahap awal yang merupakan pengenalan atau eksposisi, menggambarkan para pelaut/nelayan Bugis-Makassar berlayar dengan perahu Padewakang ke Marege untuk mencari tripang. Setiba di Marege, mereka dijemput oleh orang-orang Marege dengan penuh persaudaraan.

Kedatangan orang-orang Bugis-Makassar sebagai pelaut/nelayan dan pedagang ke wilayah pesisir Arnhem Land dan Teluk Carpentaria, Yirrkala Northern Territory bagian utara Australia sudah berlangsung ratusan tahun dan telah melahirkan rasa persaudaraan dan bahkan ikatan perkawinan di antara orang Bugis-Makassar dengan orang Marege.

Tahap komplikasi yang merupakan penggawatan atau perumitan, dilukiskan ketika ketika Birramen (orang Marege) membunuh Kasim (nelayan Makassar). Pasalnya, tas “keramat” milik Birramen hilang dan ditemukan oleh Kasim di pantai dan telah membentuknya menjadi keranjang perangkap ikan. Bagi Birramen, tas itu bukan tas biasa melainkan tas upacara inisiasinya yang penuh roh dan impiannya.

Oleh karena itu, Birramen mengambil paksa tas itu dari tangan Kasim. Diperlakukan begitu, Kasim menganggap Birramen seorang perampas yang melanggar hukum Allah. Kasim menyerang Birramen dengan badiknya.

Birramen pun mengeluarkan tombaknya sehingga terjadi pertarungan sengit. Kasim tertusuk, jatuh, dan meninggal. Para tetua Marege (Yolngu) dan orang-orang Bugis-Makassar sepakat Birramen diadili di Makassar.

Tahap penyelesaian, yang merupakan puncak laku, klimaks atau saat yang menentukan, ketika Ahmad dan Birramen berlayar dengan perahu Padewakang ke Bugis-Makassar, terjadi badai. Orang-orang Bugis-Makassar pun membacakan mantra laut untuk meredakan badai. Saat tiba di Makassar, Birramen dibebaskan karena telah banyak membantu orang Bugis-Makassar, baik saat di Marege maupun saat dalam pelayaran. Di Bugis-Makassar, Birramen berkenalan dengan Fatima dan mereka saling jatuh cinta.

Akhirnya mereka dikawinkan secara islam dalam nuansa budaya Bugis-Makassar dan Marege. (***)