JPIK Sulsel: Industri Kayu Abaikan Pengelolaan Lingkungan

JPIK Sulsel: Industri Kayu Abaikan Pengelolaan Lingkungan

MAKASSAR, UPEKS.co.id– Sepanjang Maret hingga April 2019, Jaringan Pemantau Independen Kehutanan Indonesia (JPIK) Sulawesi Selatan beserta konsorsiumnya di lima provinsi, kembali memperdalam investigasi peredaran kayu.

Bacaan Lainnya

Salah satu temuan yakni perusahaan-perusahaan kayu cenderung mengabaikan pengelolaan lingkungan hidup.
Hampir semua perusahaan yang dipantau, diduga tidak melakukan laporan berkala pengelolaan lingkungan hidup.

Bahkan, kata Focal Point JPIK Sulsel, Mustam Arif, jika ada perusahaan yang masih dicurigai tidak memiliki dokumen pengelolaan lingkungan, misalnya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) maupun Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL/UPL).

“Jika benar, perusahaan-perusahaan ini jelas melanggar UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. Pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup pun dianggap tidak menjalankan regulasi ini karena tidak melakukan pemantauan dan pengawasan,” terangnya dalam keterangan rilisnya kepada Upeks, Kamis (30/5/2019).

Di empat bulan awal pemantauan (Januari-April) lanjut dia, pemantau independen fokus menelusuri legalitas/dokumen industri yang menjadi target pemantauan. Industri yang dijadikan target pemantauan, dipilih berdasarkan kapasitas produksi, yakni minimal 6000 meter kubik.

Sambung dia, beberapa dokumen legalitas yang ditelusuri adalah yang terkait dengan kepatuhan terhadap aturan lingkungan hidup dan keselamatan tenaga kerja. Hasilnya, ditemukan pola seragam di kelima provinsi yang jadi wilayah pemantauan. Salah satu yang jadi sorotan pemantau adalah tidak adanya sistem administrasi yang baik, di industri maupun di instansi pemerintah.

Di Sulsel misalnya, pemantau menemukan industri yang tidak dapat menunjukkan dokumen AMDAL. Belum bisa dipastikan apakah industri terkait memang tidak memiliki AMDAL, atau hanya sistem administrasinya saja yang buruk sehingga dokumen AMDAL tersebut tidak bisa ditemukan. Akan tetapi, tim pemantau JPIK Sulsel telah melakukan penelusuran, mulai dari Dinas Lingkungan (DLH) Hidup Kota Makassar, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan, hingga melakukan permintaan resmi ke industri tersebut.

“DLH kota/kabupaten dan provinsi mengatakan bahwa industri yang dimaksud belum pernah menyetor dokumen AMDAL. Namun, pihak industri mengatakan mereka sudah menyetor dan rutin mengirim laporan berkala setiap 6 bulan,” jelasnya.

‘’Namun DLH Kota Makassar enggan memberikan data tentang laporan pengelolaan lingkungan secara berkala untuk perusahaan yang diminta pemantau. Pihak DLH menganggap beralasan laporan berkala itu menyangkut rahasia perusahaan,” jelasnya.

Padahal, sambungnya lebih jauh, dokumen laporan pengelolaan lingkungan adalah dokumen publik sesuai UU No.14 Tahun 2007 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

“Sementara salah satu perusahaan di Makassar menyatakan telah mengirim laporan secara online lewat sistem informasi lingkungan hidup Sulsel melalui website www.silhdsulsel.com . Sementara website yang dimaksud setelah dicek, tidak aktif,’’ tambah Mustam.

Dengan kondisi ini, pemantau mencurigai memang ada industri yang tidak patuh pada regulasi lingkungan, dan menganggap dokumen AMDAL hanya sekedar formalitas semata.

” Namun demikian, JPIK Sulsel akan terus melakukan penelusuran terkait hal ini dan pemantauan selanjutnya,” pungkasnya. (Mimi)